Senin, 29 Juni 2009

EGO-is-me Remaja


Dalam rentang kehidupan manusia ada beberapa masa yang mesti dilalui. Mulai dari masa bayi, anak, remaja, dewasa sampai dengan masa tua. Dari rentang kehidupan manusia tersebut ada suatu masa yang menarik untuk kita perhatikan, yaitu masa remaja. Menyimak kehidupan remaja kadang-kadang membuat kita bingung dan pusing. Apa yang dilakukan remaja terkadang tidak sesuai dengan harapan sosial baik orang tua maupun lingkungan sekitarnya.

Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja merupakan masa yang paling indah dimana penuh dengan romantika dan gejolak. Namun, dibalik itu semua ada masalah-masalah yang harus dihadapi remaja. Remaja mengalami beberapa kejadian yang belum pernah dialami sebelumnya, baik secara fisik maupun psikologis. Misalnya, secara fisik dengan tumbuhnya bulu-bulu di beberapa bagian tubuh, adanya perubahan suara, pertumbuhan badan yang pesat dan lain-lain. Sedangkan secara psikologis, ingin bebas dari pengaruh orang tua, menentukan pilihan sendiri dan lain-lain.


Adanya masalah-masalah yang dihadapi remaja dapat merenggangkan hubungan atau komunikasi antara remaja dengan orang tua atau lingkungan sekitarnya. Hal ini karena orang tua memandang remaja berdasarkan pengalaman dan pikirannya, sementara remaja menjalani kehidupannya berdasarkan dunianya saat ini. Dalam kehidupan keluarga misalnya, persepsi yang berbeda antara remaja dengan orang tua sering mengakibatkan bentrokan yang akibatnya remaja merasa tidak betah tinggal di rumah. Rumah bagi remaja bukan lagi menjadi tepat yang menenteramkan hati, bahkan mereka dapat menganggap sebagai neraka ataupun penjara.


Umumnya pertentangan yang terjadi antara remaja dan orang tua disebabkan oleh ke-keuh-nya (keteguhan pada) pendapat masing-masing, tidak ada yang mau mengalah dan kurangnya memahami persepsi diantara mereka. Bila hal ini dibiarkan berlarut-larut maka kehidupan berkeluarga akan semakin rapuh, karena itu diperlukan suatu solusi terapeutik sehingga egoisme negativ dapat diantisipasi sebelum datangnya kehancuran dalam keluarga.
Mengutip Aaron Beck, M.D pencetus Terapi Kognitif yang menegaskan dalam bukunya Prisoners of Hate: The Cognitive Basis of Anger, Hostility, and Violence (1999) bahwa kebencian antara orang tua dan anak bisa berlangsung selama beberapa dekade bahkan selamanya, dalam kasus-kasus tertentu konflik tersebut bisa berakhir dengan pembunuhan (Felix, 2007).

Egoisme diri tumbuh dari kecenderungan seseorang untuk bertindak sesuai dengan keinginan dan harapan terhadap dirinya sendiri. Para remaja perlu diarahkan mengingat kondisi psikologis mereka yang masih labil, demikian pun dengan orang tua, meskipun pada dasarnya orang tua memiliki tujuan dan harapan yang baik untuk nasib anak-anak mereka.

Tidak ada komentar: