Sabtu, 17 Mei 2008

Pendidikan [tak kan pernah] Gratis

Seringkali kita mendengar, para pemimpin kita berteriak menyuarakan pendidikan gratis. Terlebih saat-saat mendekati pemilihan umum, dengan sedikit "janji" kita pun "tertipu" olehnya. Pertanyaannya kemudian apakah benar mereka telah menipu kita? jangan-jangan hanya kesalahan persepsi kita saja tentang pendidikan gratis? dan kemudian saat kita masih belum merasakan nikmatnya pendidikan gratis, kita yang bodoh atau mereka [para pemimpin] yang terlampau pandai untuk membodohi kita?

Dalam UUD '45 pasal 31 bahwa Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari aggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah saat ini telah menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dengan program wajib belajar 12 tahun. Setahu saya pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran APBN sebesar 20% untuk pendidikan, namun memang pada realitanya ada beberapa kendala penghambat hingga akhirnya anggaran yang diterima masyarakat tidak mencapai 20% bahkan nul koma berapa gichu dari alokasi APBN. Meskipun hampir 63 tahun merdeka, mental para gerilyawan "tentu saja dalam konteks dan pengertian yang berbeda" ternyata masih melekat pada oknum-oknum masyarakat kita. Hal ini merupakan salah satu penyebab tersendatnya laju pendidikan di Indonesia.

Bagaimana dengan kondisi masyarakat? ternyata masyarakat kita menikmati pendidikan sesuai haknya, meskipun harus didahului dengan perjuangan melalui kucuran keringat, darah dan air mata. Kelayakan mutu pendidikan yang diterima masyarakat pun beragam, bergantung pada tingkat sosial ekonomi masyarakat, derajat pengabdian pengajar "yang katanya pahlawan tanpa tanda jasa" serta kemampuan pemerintah dalam memanfaatkan sumberdaya dan fasilitas yang ada untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia. Senyatanya, semakin tinggi biaya tambahan untuk pendidikan yang dikeluarkan masyarakat berkorelasi positif dengan tingginya mutu pendidikan yang diterima masyarakat.

Melihat realita yang ada, kita dapat melihat dengan mata terbuka bahwa pendidikan di Indonesia memang belum bisa dinikmati secara gratis..tis..tis sebagaimana yang diimpikan seluruh warga negara Indonesia. Nah sekarang solusinya; jangan hanya bisa mengharapkan bantuan dari orang lain, ciptakan kreativitas sendiri. pulanglah kalian kawan-kawanQu, saat waktunya telah tiba, transfer ilmu kita kepada masyarakat tempat kita dilahirkan dan dibesarkan. setelah itu mau pergi lagi mencari penghidupan yang layak silahkan itu hak kita sebagai warga negara, yang penting kita telah berbuat suatu hal yang berguna buat daerah kita tercinta.

ai lev yu full poko'e

1 komentar:

Dede Ariyanto mengatakan...

Kata siapa..... justru kalo selalu gratis itu tandanya cerdas. Dengan argumennya adalah bahwa banyak orang pintar yang dapat pendidikan gratis inikan berarti tandanya dia cerdas. lain dengan orang bodoh yang selalu harus bayar mahal untuk pendidikan....betul ga seh ...he..he...